Rasionalisme Descartes Mengoyak Otoritas Agama; Ngaji Filsafat Bersama Taufiqurrohman, M.Si

Rene Descartes adalah filosof Perancis. Namanya terkenal hingga kini, dengan ungkapan "Cogito Ergo Sum" (aku berpikir maka aku ada). Hingga kini, filsafat rasionalisme Descartes ini menjadi pijakan berkembangnya aliran filsafat-filsafat modernisme yang lain.
Catatan ini dari hasil di diskusi Ngaji Filsafat Descartes Bersama Pak Taufiqurrohman,M.Si
Rene Descartes sering dibaca salah karena menggunakan ejaan bahasa Indonesia. Cobalah latihan mengucapkan dengan lidah Perancis. Sulit memang, cukup untuk membuat lidah terjepit gigi. Cara baca dalam tulisan Indonesia, bisa dituliskan "RĂȘnĂ© De:kaRt". Atau lihat saja di Wikipedia, dan latihan membaca dengan huruf Internasional Phonetic Alphabet (IPA).

Keadaan sebelum filsafat Descartes

Segala jenis pengetahuan ada 2 sumber, yakni fenomena dan metafisika. Fenomena adalah entitas yang berbasis materi. Sedangkan metafisika adalah entitas yang immateri, based on beyond matters. Suatu entitas disebut materi dengan syarat: 1) keluasan, dimensi ruang, dan 2) gerak, dimensi waktu. Berbanding terbalik dengan metafisika yang melampaui/ tidak terikat ruang dan waktu.

Kehidupan manusia selalu diwarnai tanda tanya besar dari setiap fenomena. Apa subtansi dari setiap fenomena yang ada? Dan jawabannya adalah selalu merujuk pada pengetahuan metafisika. Pengetahuan tentang ketuhanan dan religiusitas. Pengetahuan yang meletakkan dogma-dogma sebagai fondasi.

Dogma berdasar pada teks keagamaan, Bible pada waktu itu. Manusia selalu take for granted, serta merta diyakini, dan diterima begitu saja sebagai bentuk keimanannya.

Contoh sederhana adalah teori Heliosentris Copernicus vis a vis teori geosentris yang kekeuh pada masanya. Dogma ini pun sebenarnya tidak lepas dari ruang hampa. Sahabat Taufiqurrohman menjelaskan bahwa teori geosentris digelorakan oleh Aristoteles dan diadopsi oleh Gereja menjadi dogma. Galileo yang mengembangkan teori Heliosentris pun menjadi tumbal, sebagai konsekuensi penolakan frontal otoritas Gereja.
"Untuk menjelaskan fenomena, maka merujuk pada Metafisika"
Cara berfikir dogmatis inilah yang membuat Rene Descartes menggugat! Descartes ingin meletakkan fondasi berfikir baru, sehingga aliran filsafatnya disebut juga sebagai fondasionalisme.

Descartes menawarkan metode kesangsian. Metode kesangsian memiliki nama lain metode skeptis, atau metode keraguan.

Apa yang disagsikan (diragukan)?

Objek kesangsian adalah sumber pengetahuan tadi.

Pertama #Kesangsian pada Metafisika
Descartes tidak sependapat dengan cara berfikir dogmatis. Misalnya saja surga dan isinya. Pandangan pada surga akan melimpah ruah air, mengalir sungai di bawah-bawahnya adalah pandangan orang gurun yang merindukan air. Orang Indonesia tentu tidak terlalu tertarik pada "surga" yang "seperti ini".

Pandangan bahwa surga akan ada banyak bidadari misalnya. Pandangan ini sangat maskulin dan berorientasi pada pemuasan syahwat pria. Pria mengimajinasikan dengan wanita surga dan dengan sesuka hati dapat "pesta seks" di sana.

Masih ingat kan dengan ustadz cilik yang viral gara-gara mengeluarkan statement itu?

Demikian juga personifikasi Tuhan yang maha kaya, maha kuasa, maha mengetahui dan maha lainnya. Bukankah itu personifikasi manusia terhadap Tuhan yang membandingkan dirinya yang miskin, lemah dan serba tidak tahu?

Kepercayaan ini lah yang menurut Descartes sebagai "iblis yang menyesatkan".

Kedua #Kesanksian pada Fenomena.
Pernahkah kamu berpikir bahwa gunung itu indah? Nyatanya jika kamu datangi gunung itu, yang ada malah jurang terjal, batu, dan bahkan tidak ada air. Nyatanya indera kita terbatas dan tidak dapat menjangkau secara menyeluruh objek yang di-indera.

Semua objek pengetahuan sudah disangsikan. Kemudian, apa sumber pengetahuan yang substantif?
"Ketika semua disangsikan, maka yang belum disangsikan adalah kesangsian itu sendiri"
Siapa atau apa kesangsian itu? Tidak lain adalah Descartes sendiri.

Cogito Ergo Sum

Descartes yang sangsi ini adalah Cogito (aku berpikir) yang postulatnya tidak tertolak. Kesangsian adalah kebenaran substantif, kebenaran yang fundamental. Benar kan?

Ayok kita ke pelajaran Matematika SMA kelas X tentang silogisme!
Premis 1 (mayor): Semua sumber kebenaran saya meragukan
Premis 2 (minor): Saya meragukan
Kesimpulan:  saya sumber kebenaran

Cogito (aku berfikir) merupakan kerja ilmiah yang menyangsikan sumber pengetahuan secara sadar. Ergo Sum (arti harfiah: maka aku) adalah eksistensi diri sendiri, secara tata bahasa diterjemahkan sebagai "maka aku ada".

Jadi substansi pertama adalah Cogito. Kesadaran mental atas kesangsian dirinya menjadi landasan baru dalam berfikir. Logika ini tidak terbantahkan. Namun kebenaran ini sendiri, terisolasi, teralienasi dan tidak bisa diterima. Kebenaran yang tertolak adalah useless, tidak ada bentuk aplikatif yang nyata.

Subtansi pertama ini terbatas. Jika ada yang terbatas, maka ada subtansi yang kedua yaitu Yang Tidak Terbatas. Apa atau siapa yang tidak terbatas itu? Didefinisikan sebagai Tuhan yang maha tidak terbatas.

Meski fenomena diragukan oleh Descartes, tapi dia tidak menolak materi sebagai substansi ketiga. Materi adalah objek yang tidak tertolak oleh indera.

Antusiasme peserta dalam mengikuti proses diskusi
Saya sendiri juga tidak faham apa perbedaan materi dengan fenomena. Jika ingin berpendapat, silakan tulis di komentar.

Cogito (aku berfikir) adalah akibat yang tidak terbatas (Tuhan). Tuhan adalah sebab dan Cogito (aku berfikir) adalah akibat. Kemampuan cogito dimiliki oleh innet ide yang diartikan sebagai kebenaran bawaan.  Semua manusia memiliki potensi innet ide, namun tidak semua manusia mampu mengaktifkannya. Syarat aktivasi itu adalah berfikir dengan clear (jelas) dan district (terbedakan).

Lagi-lagi, Tuhan sebagai sebab dan manusia sebagai akibat. Tuhan memberi kebenaran bawaan dan memberikan otoritas untuk menentukan kebenaran itu sendiri. Jika tidak dapat berfikir secara clear dan distinct maka ada dekadensi (penurunan) rasio. Dekadensi rasio dapat diartikan tidak memaksimalkan potensi akal budinya sehingga terjatuh menjadi gila.

Cogito mewarisi mandat dari Yang Tidak Terbatas untuk melakukan otoritasnya. Fungsi Otoritas itu yang pertama untuk memberi batasan yang jelas antara benar/ salah, bagus atau jelek, dan yang kedua adalah untuk menghukum (punishment) bagi yang keluar dari batasan.
"Meskipun Descartes meragukan pengetahuan dari fenomena dan metafisika, tetapi kerangkanya mirip dengan otoritas dogma"
Bandingkan dengan dogma agama. Dogma agama diwahyukan oleh Tuhan  memberikan otoritas kepada manusia melalui institusinya memberi batasan mana yang beriman, dan mana yang sesat. Sekaligus memberi punishment kepada orang yang telah keluar dari batasan.
"Pada akhirnya, semua pendefinisian benar, selalu membutuhkan korban sebagai justifikasi dirinya benar"
Pemikiran ini ternyata akan mengantarkan pada bangsa Eropa menjadi bangsa yang ingin memberikan penerangan bagi bangsa yang mengalami dekadensi rasio. Misi ini lah kita sebut sebagai imperialisme.

Mari ambil yang baik dari Descartes! Gara-gara Descartes juga lah Indonesia dibawah kendali imperialisme ratusan tahun.

Mohon maaf jika tulisan ini kurang berisi. Penulis juga bukan pembaca Descartes sebelumnya, dan hanya menuliskan ulang yang disampaikan pemateri. Dalam proses penerimaan filsafat ini tidak lepas dari keterbatasan literasi penulis tentang filsafat rasionalisme, selain itu juga terbatas pada kemampuan menangkap informasi yang ada.

Baca pula pencarian Paradigma PMII

Disqus Comments