Beberapa hari lalu, kita dikagetkan dengan kasus kekerasan seksual yang kasusnya terpendam selama bertahun-tahun. Tirto.id sebagai media pers yang menberitakan 2 kasus kekerasan seksual. Satu di Kota Malang, dan satu kasus lagi di Medan Sumatera Utara.
Kasus pertama yang diungkapkan tirto.id adalah kasus di UIN Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Malang. Pemberitaan Tirto, pelaku yang berinisial ZH adalah dosen di Fakultas Psikologi. Korbannya lebih dari satu, satu berinisial Alma, dan berinisial Ratih.
Dalam pemberitaan, tercantum 2 nama lembaga yang merasa nama baiknya tercoreng. Yang pertama jelas UIN Maliki dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Menurut penuturan para korban, ZH adalah senior yang disegani di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)—organisasi kemahasiswaan yang basisnya cukup kuat di UIN Malang. (Tirto.id)
Pemberitaan tersebut sontak membuat kader PMII kebakaran jenggot. Karena mereka merasa tidak ada relevansi antara pelecehan seksual dengan organisasi mereka.
Salah satu yang menyebarkan surat terbuka adalah Al-Muiz Lidinillah. Muiz mengirimkan narasi yang menyayangkan pencatutan nama PMII pada pemberitaan tersebut.
Salam.
Yth. Redaktur Tirto.id
Perkenalkan saya Muiz dari komunitas Gubuk Tulis dan Perempuan Bergerak- kebetulan juga sebagai bagian dr PMII kultural.
Kami sangat mengapresiasi pemberitaan tentang pelecehan seksual di UIN Malang, karena memang sedari awal kami bagian dari aliansi menolak pelecehan seksual di kampus. Kami berdiskusi lama kala itu di UB, dipandu oleh si Maryam dan bu Ine dari WCC Dian Mutiara. Kami mengikuti betul. Beberapa ide kami sampaikan. Dan kami juga bersepakat untuk mengusut itu, serta kami juga bersepakat tidak membawa bendera (background organisasi x)- karena kami merasa kasus itu dilakukakan oleh dosen sebagai pelaku dan mahasiswi sebagai korbannya.
Kami berusaha bersikap objektif dengan hal itu. Siapapun itu usut tuntas. Karena kami juga tidak membenarkan kekerasan seksual di kampus atau manapun.
Oleh karenanya kami bergabung dan berikhtiar mengusut kasus ini. Awalnya kami juga diajak Maryam bertemu pihak tirto, akan tetapi berikutnya tiada kabar. Beberapa kali kami juga konsultasi kepada bang Abel AJI Indo tentang mekanisme pemberitaan kasus seperti ini, dan bang Abel juga menyarankan untuk mengajak media lokal. Akan tetapi kami tidak lagi dikabari keberlanjutan pendampingan kasus ini, hingga pada akhirnya berita itu muncul.
Pada intinya kami merasa paragraf di bawah ini tidak ada kaitannya dengan pemberitaan kasus. Dan juga nyeleweng dr apa yg sudah disepakati oleh aliansi di awal. Kami berharap agar paragraf ini dihapus, sebelum banyak orang baik yang merasa tersinggung dengan paragraf ini- yang mengaitkan dengan PMII.
---Menurut penuturan para korban, ZH adalah senior yang disegani di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)—organisasi kemahasiswaan yang basisnya cukup kuat di UIN Malang.---
Dalam release tersebut, Muiz pun tahu kronologis korban sebelum berita itu dibuat. Karena Gubuk Tulis dan Perempuan Bergerak yang turut mengadvokasi korban dan mengajak untuk turut mengajak media lokal dalam pemberitaan kasus tersebut. Bahkan komunitas perempuan bergerak sendiri merupakan komunitas berwawasan gender, yang penggagasnya pun alumni PMII. Sangat wajar kalau Muiz menyayangkan pemberitaan Tirto.id tersebut.
Release Lembaga
Ketua PMII Unisma juga mengeluarkan release yang menyangkan pemberitaan Tirto yang mencatut PMII dalam pemberitaan tersebut. Sontak, release yang dipublish melalui instagram tersebut mendadak viral, bahkan diupload ulang oleh akun Buzzer @indonesiafeminis sehingga PMII jadi bahan olokan dan bullyan. Sikap kelembagaan untuk melindungi nama lembaganya ini diterima pihak luar sebagai perlindungan terhadap pelaku.
Release PMII Unisma yang menimbulkan pro kontra warganet. |
Di hari yang sama, mungkin hanya selang sekitar 1 jam. Akun instagram resmi @pmiikotamalang ikut mengeluarkan release sikap lembaga PC PMII Kota Malang terhadap kasus pelecehan seksual yang diberitakan Tirto.id.
Release PC PMII Kota Malang |
Setelah itu, PMII Kota Malang juga menanyakan secara langsung kepada Tirto melalui e-mail yang dikirim pada 18 Mei, dan dijawab langsung melalui ujung post berita.
1. Maksud Tirto mencantumkan "nama kelembagaan PMII
2. Maksud mencantumkan nama PMII dan kaitannya dengan nama baik organisasi.
Dalam berita tersebut, tertulis jawaban Tirto di penghujung berita.
Jawaban Tirto:
Atribusi PMII relevan dengan kasus tersebut. Lebih dari satu korban yang kami wawancarai menyebut tindakan terduga pelaku diuntungkan berkat posisinya sebagai alumni senior PMII, yang sudah kami tulis dalam artikel itu sebagai organisasi mahasiswa yang basisnya cukup kuat di UIN Malang. Kami menilai pencantuman PMII sebagai latar belakang terduga pelaku itu memengaruhi upaya mengadvokasi kasus.
Tujuan lain kami: pencantuman PMII itu bisa menggerakkan anggota atau alumni PMII di luar UIN Malang untuk mendorong pengusutan atas kasus dugaan pelecehan dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh ZH, yang berpihak pada korban.
Meski demikian, jawaban resmi itu sangat diperlukan. Karena efek pencatutan nama PMII juga merembet ke skala nasional dan berimbas pada cabang-cabang PMII di Kota/Kab lain.
Release PMII Sunan Ampel |
Dalam sebuah rekaman audio, pihak Tirto berdalih pencantuman nama PMII dimaksudkan sebagai trigger agar PMII ikut mengawal kasus ini dan cenderung tidak melindungi pelaku.
Ancaman Kaderisasi PMII
Momentum pemberitaan kekerasan seksual dengan mencatut nama PMII memang mengancam PMII. Kebanyakan kader PMII, (termasuk saya) menghawatirkan pemberitaan ini digunakan sebagai black campaign untuk membentuk sentimen anti-PMII. Apalagi ini musim pendafataran mahasiswa baru.
Sentimen ini bisa digunakan oleh kelompok yang tidak suka dengan PMII ataupun organisasi yang berkompetisi dengan PMII dalam proses recruitment.
Berwawasan Gender kah PMII?
Dalam proses kaderisasi PMII, wawasan gender menjadi menu utama dalam kurikulum PMII. Pada recruitment awal, Mapaba, calon anggota diberi wawasan Gender secara mendasar. Selanjutnya ada kaderisasi berupa Sekolah Islam Gender yang menjelaskan posisi Islam dan Gender di dunia kontemporer.
Struktur PMII juga memungkinkan kader putri untuk mengembangkan kapasitas kader. Salah satunya ialah kajian intensif dalm pengarusutamaan kesetaraan gender.
Penutup
Harapannya, kasus serupa tidak terjadi di masyarakat, apalagi lingkungan kampus, lingkungan yang didirikan untuk mendidik para intelektual. Semoga kasus ini menjadikan kader PMII menjadi lebih matang dalam bersikap dan bertindak. Karena setiap tindakan yang dilakukan tiap individu akan menjadi cerminan dari organisasi. Harapan untuk semuanya, mari kita kawal, kita jaga diri, dan lingkungan kita agar tidak ada predator-predator lain sampai memakan korban.