PMII Prespektif Paradigma: Mencari Cahaya di Tengah Hutan Malam
Selama ini PMII seperti kehilangan momentum heroiknya. Bukan hanya PMII, tetapi semua organisasi ekstra universiter lain pun demikian. Mahasiswa tidak lagi heroik seperti yang digambarkan pada film-film demostrasi 1998.
Saking heroiknya, seolah-olah mahasiswa adalah satu-satunya pahlawan untuk membungkam dan menurunkan Presiden Suharto. Benar, mahasiswa itu heroik dan bisa menjadi penyambung lidah rakyat, namun di luar itu ada setting internasional yang ingin mengacaukan Indonesia.
Membaca Paradigma Kritis Transformatif
Pada masa itu lah, PMII melakukan radikalisme pemikiran yang dibina oleh Gus Dur. Santri NU yang pada saat di pondok membuka kitab-kitab agama, setelah masuk kampus diradikalkan dengan pemikiran kiri. Untuk apa? tidak lain adalah untuk mengoreksi dan mengawal pemerintahan Suharto.
Mengapa PMII di radikalkan?
PMII secara kultural dekat dengan NU, dekat pula dengan Gus Dur. Kesewenang-wenangan pemerintah pada masa itu memaksa warga untuk selalu mendukung pemerintah. Tidak hanya dengan pendekatan pesuasif saja, orang yang terlihat kritis sedikit saja akan diciduk oleh aparat.
Paradigma Kritis Transformatif berangkat dari filsafat kritis dari barat, terutama madzhab Frankfrut. Pemikiran Mark, Hegel, Gramsci masuk begitu mendalam di tubuh PMII, hingga kritis ini berlanjut hingga sekarang.
Orde Baru dan Hamzah Washol Berharokat
Orde Baru adalah masa yang kelam. Meme yang mengatakan "piye kabare le? enak jamanku to?" itu hanya ilusi. Jaman dulu enak hanya pada harga-harga sembako yang murah, itupun ditopang dengan hutang luar negeri yang hebat.
Rakyat dan penguasa pada saat itu adalah dua entitas yang jauh berbeda. Maka dari itu diperlukan broker untuk menghubungkan mereka. Atas dasar menjadi broker inilah sampai sekarang mahasiswa melabelkan diri dengan "penyambung lidah rakyat" karena saat itu mahasiswalah satu-satunya yang berani mengungkapkan keluh kesah rakyat.
Kenyataan ini sesuai dengan teori bahasa Arab, terutama nahwu. Mahasiswa layaknya hamzah washol yang beraa di awal kalimah (kata). seperti kata "i'diluu (اعدلوا)" (berlaku adil lah) maka huruf hamzah/ alif (washol) pada kalimah ini dibaca kasrah. Dibaca kasrah ya karena menurut tashrifnya dibaca kashroh.
Gambaran hamzah washol ini menarik, huruf hamzah ini "ada dan dibaca". Mahasiswa pada masa orde baru juga memiliki momentumnya yakni "ada dan dianggap ada".
Reformasi dan Hamzah Washol Berharokat Sukun
PMII dan mahasiswa pada umumnya kehilangan taringnya. Mahasiswa yang dahulunya menjadi broker, sekarang sudah tidak lagi. Masyarakat sudah tidak terlalu percaya kepada mahasiswa. Jika mahasiswa melakukan demonstrasi, akan diacuhkan. Lebih parahnya mahasiswa melakukan demonstrasi malah dianggap biang kericuhan, sumber polusi (udara dan suara) hingga sumber kemacetan.
Alasan mahasiswa kehilangan aji-aji pamungkasnya sama dengan alasan hamzah washol dibaca sukun.
Apa alasannya?
#1 Sudah tersambung
Bisakah kalian membaca lafadz ini?
إياك نعبد و إياك نستعين اهدنا الصراط المستقيم
Kemungkinan ideal hari ini, sudah tidak ada kesenjangan antara penguasa dan rakyat. Layaknya lafadz diatas, sudah tersambungnya lafadz "nasta'in" dan "ihdina". Sehingga hamzah tidak lagi dibaca menjadi "--nasta'inuhdinashshirothol mustaqiim"
#2 ada penyambung lain
واتقواني يا اولى الألباب
Kemungkinan selanjutnya adalah adanya penyambung lain (athof). Huruf wau pada kalimat diatas menghilangkan fungsi baca pada hamzah. Hamzah sudah tidak dibaca lagi. Sama seperti mahasiswa di era reformasi kini, fungsi broker mahasiswa kalah dengan broker lain misalnya media. Keterbukaan pers telah mejadi pesaing mahasiswa untuk menyalurkan suara rakyat.
#3 berulang-ulang.
آت محمد الذي وصيانة الفضيله
kemungkinan terakhir adalah karena adanya pengulangan (tanwin). Huruf hamzah pada "alladzi" didahului oleh tanwin pada lafadz muhammad yang dibaca nashob. Sama halnya isu-isu yang diangkat mahasiswa kini. Isu-isu yang mengapung sekarang mengalami ketertumpukkan informasi. isu yang diangkat mahasiswa sudah diangkat oleh media. sedangkan dengung media itu jangkuangannya lebih jauh.
Mencari Paradigma
Paradigma yang menjadi cara pandang PMII menjadi sulit dicari di era ini. Era dimana kebebasan sudah dibuka selebar-lebarnya. Bahkan PMII pun lupa akan bergerak kemana. Kalau tidak ditentukan sekarang, mau kapan lagi.
Paradigma memang harus dinamis sesuai tuntunan zaman. Namun esensinya sama, semuanya menuju Bangsa Jaya dan Islam yang benar, sesuai dengan mars PMII.
SALAM PERGERAKAN!!
Disqus Comments